iklan

DISTRIBUSI FONEM BAHASA INDONESIA (FONOLOGI)

BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang

Dalam pembentukan bunyi bahasa ada tiga faktor utama yang terlibat, yakni sumber tenaga, alat ucap yang menimbulkan getaran, dan rongga pengubah getaran. Proses pembentukan bunyi bahasa dimulai dengan memanfaatkan pernapasan sebagai sumber tenaganya. Pada saat kita mengeluarkan napas, paru-paru kita menghembuskan tenaga yang berupa arus udara. Arus udara itu dapat mengalami perubahan pada pita suara yang terletak pada pangkal tenggorokan atau laring. Arus udara dari paru-paru itu dapat membuka kedua pita suara yang merapat sehingga menghasilkan ciri-ciri bunyi tertentu. Gerakam membuka dan menutup pita suara itu menyebabkan udara di sekitar pita suara bergetar. Perubahan bentuk saluran suara yang terdiri atas rongga faring, rongga mulut, rongga hidung, menghasilkan bunyi bahasa yang berbeda-beda. Udara yang keluar dari paru-paru dapat melalui rongga mulut, rongga hidung, rongga mulut dan rongga hidung sekaligus. Bunyi bahasa yang arus udaranya keluar melalui mulut disebut bunyi oral. Bunyi bahasa yang arus udaranya keluar dari hidung disebut bunyi sengau atau nasal. Bunyi bahasa yang arus udaranya sebagian keluar melalui mulut dan sebagian keluar dari hidung disebut bunyi yang disengaukan atau dinasalisasi

Pada umumnya bunyi bahasa pertama-tama dibedakan atas vokal dan konsonan. Bunyi vokal dihasilkan dengan pita suara terbuka sedikit. Pita suara yang terbuka sedikit yang terbuka sedikit ini menjadi bergetar ketika dilalui arus udara yang dipompakan dari paru-paru. Selanjutnya arus udara itu keluar melalui rongga mulut tanpa mendapat hambatan apa-apa, kecuali bentuk rongga mulut yang berbentuk tertentu sesuai dengan jenis vokal yang dihasilkan. Bunyi konsonan terjadi, setelah arus udara melewati pita suara yang terbuka seikt atau agak lebar, diteruskan ke rongga mulut atau rongga hidung dengan mendapat hambatan di tempat-tempat artikulasi tertentu. Jadi, beda terjadinya bunyi vokal dan konsonan adalah; arus udara dalam pembentukan bunyi vokal, setelah melewati pita suara, tidak mendapat hambatan apa-apa; sedangkan dalam pembentukan bunyi; konsonan arus udara itu masih mendapat hambatan atau gangguan. Bunyi konsonan ada yang bersuara ada yang tidak; yang bersuara terjadi apabila pita suara terbuka sedikit, dan yang tidak bersuara apabila pita suara terbuka sedikit, dan yang tidak bersuara apabila pit suara terbuka agak lebar.

Para ahli banyak yang memberikan batasan mengenai konsonan. Salah satunya Lubis (1994:91) yang mendefinisakan konsonan sebagai bunyi bahasa yang dihasilkan dengan menghambat aliran udara pada salah satu tempat di mulut kita. Berbeda halnya dengan Martinet (1980) yang menyatakan konsonan adalah bunyi yang kurang dapat ditangkap tanpa dukungan vokal pendahuluan atau sesudahnya. Sebuah oklusif adalah sebuah konsonan yang membutuhkan penutupan saluran pernapasan. Contoh [p] dapat ditangkap lepasnya secara mendadak dengan letupan mulut mengendur dalam bentuk letupan di depan vokal [a]

.

1.2    Tujuan Makalah

       Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui distibusi kontoid dalam bahasa Indonsia serta membedakan jenis-jenis lambang huruf konsonan. Yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.



1.3    Rumusan Masalah

Adapun rumasan masalah yang terdapat dalam makalah ini antara lain:

a. Bagaimanakah distribusi kontoid dalam bahasa Indonesia?

b. Apa saja yang termasuk jenis lambang huruf konsonan?




BAB II
PEMBAHASAN

Distribusi fonem adalah letak beradanya sebuah fonem di dalam satu satuan ujaran, yang kita sebut sebuah kata atau morfem. Secara umum fonem dapat berada pada posisi awal kata, di tengah kata,  maupun di akhir kata. Secara khusus satu per satu, ada fonem yang berada pada tiga posisi itu, tetapi ada pula yang  tidak dapat. Hanya berapa pada posisi awal saja, atau posisi akhir saja. Fonem vokal memang selalu dapat menduduki posisi pada semua tempat. Sedangkan untuk fonem konsonan tidak selalu demikian.

2.1    Lambang Huruf Konsonan

Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.





2.1    Gabungan Huruf Konsonan

Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan. Seperti, kh, ng, ny, dan sy masing masing melambangkan satu bunyi konsonan.


Klasifikasi Konsonan
Bunyi-bunyi konsonan biasanya dibedakan berdasarkan tiga patokan atau kriteria, yaitu: (1) titik artikulasi, (2) cara hambatan, (3) ikut bergetar tidaknya pita suara.  

2.3.1 Berdasarkan titik artikulasi, didapati beberapa jenis kontoid :

a)    Bilabial, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan bibir (labium) bawah dan bibir (labium) atas. Caranya bibir bawah (sebagai artikulator) menyentuh bibir atas (sebagai titik artikulasi). Misalnya bunyi [b], [p], [m] dan [w].

b)   Labiodental, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan bibir (labium) bawah dan gigi (dentum) atas. Caranya, bibir bawah (sebagai artikulator) menyentuh gigi atas (sebagai titik artikulasi). Misalnya, [v] dan [f].

c)    Apikodental    , yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan ujung lidah (apeks) bawah dan gigi (dentum) atas. Caranya, bibir bawah (sebagai artikulator) menyentuh gigi atas (sebagai titik artikulasi). Misalnya, [?] dan [ð].

d)   Apiko alveolar, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan ujung lidah (apeks) dan gusi (alveolum) atas. Caranya, ujung lidah (sebagai artikulator) menyentuh kaki gigi atas (sebagai titik artikulasi). Misalnya, [d], [t], [r], [L] dan [n].

e)    Lamino alveolar, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan tengah lidah (lamina) dan gusi (alveolum) atas. Caranya, tengah lidah (sebagai artikulator) menyentuh kaki gigi atas (sebagai titik artikulasi). Misalnya, [z], [s] dan [n].

f)    Lamino palatal, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan tengah lidah (lamina) dan langit-langit kertas (palatum). Caranya, tengah lidah (sebagai artikulator) menyentuh langit-langit keras (sebagai titik artikulasi). Misalnya, [j], [c] dan [y].

g)   Dorso velar, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan pangkal lidah (dorsum) dan langit-langit lunak (velum). Caranya, pangkal lidah (sebagai artikulator) menyentuh langit-langit lunak (sebagai titik artikulasi). Misalnya, [g], [k], [x] dan [?].

h)   (Dorso-) uvular, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibtan pangkal lidah (dorsum) dan anak tekak (uvula). Caranya, pangkal lidah (sebagai artikulator) meneyntuh anak tekak (sebagai titik artikulasi). Misalnya [q] dan [R].

i)     Laringal, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan tenggorok (laring) pada  [h].

j)     Glotal, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan lubang atau celah (glotis) pada pita suara. Caranya, pita suara merapat sedemikian rupa sehingga menutup glotis. Misalnya, [?].



2.3.2  Berdasarkan cara hambatan arus udara dalam rongga mulut oleh ti



U8tik artikulasi, kontoid      dapat dibedakan :

a)    Kontoid hambat (stop), yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara arus udara ditutup rapat segingga udara terhenti seketika, lalu dilepaskan kembali secara tiba-tiba. Tahap pertama (penutupan) disebut implosif (atau stop implosof ) tahap kedua eksplosif (atau stop eksplosif). Misalnya, [p’] pada [atap’] disebut bunyi stop implosif; [p] pada [paku] disebut bunyi stop eksplosif. Contoh bunyi stop lainnya, [b], [p], [d], [t], [d], [t], [g], [k] dan [?].

b)    Kontoid paduan (afrikat), yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara arus udara ditutup rapat, tetapi kemudian dilepas secara berangsur-angsur. Misalnya, [j], [c] dan [y].

c)    Kontoid geseran (frikatif), yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara arus udara dihambat sedemikian rupa sehingga udara tetap dapat keluar. Misalnya, [v], [f], [z], [s], [h], [?] dan [ð].

d)   Kontoid getar (trill), yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara arus udara ditutup dan dibuka berulang-ulang secara cepat. Misalnya, [r].

e)    Bunyi sampingan (lateral), yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara arus udara ditutup sedemikian rupa sehingga udara masih bisa keluar melalui salah satu atau kedua sisi-sisinya. Misalnya, [L].

f)     Kontoid sengau (nasal), dihasilkan dengan menutup arus udara ke luar melalui rongga mulut tetapi membuka jalan agar dapat keluar melalui rongga hidung (gerak uvula turun). Misalnya, [m], [n], [n] dan [?].

g)    Hampiran atau aproksiman, disebut juga bunyi semivokoid tetapi kualitasnya tidak hanya ditentukan oleh alur sempit antar artikulor, tetapi oleh bangun mulut (bibir).  [w] dan [y].



2.3.3    Berdasarkan ikut tidak bergetarnya pita suara, kontoid dapat dibedakan:

a)      Kontoid bersuara, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan pita suara melakukan gerakan membuka dan menutup secara cepat sehingga bergetar secara signifikan. Misalnya, [b], [d], [d], [g], [?], [j], [v], [?], [z], [r], [r], [R], [L], [m], [n], [n], [?]

Kontoid tidak bersuara, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan pita suara tidak melakukan gerakan membuka menutup sehingga getarannya tidak signifikan. Misalnya, [p], [t], [t], [k], [c], [f], [ð], [s], [h], [h].




Post a Comment

0 Comments