iklan

Laporan Bacaan Buku Berjudul Api Sejarah

Laporan Bacaan Buku Berjudul Api Sejarah
Oleh
Mayang Sentika
(Siswi MA Nur As Sholihat Kelas X)

Judul buku  : Api sejarah
Penulis        : Ahmad mansur suryanegara
Penerbit       : Surya Dinasti                        
Tahun terbit : 2010

Isi ringkasan buku:
      Sejarah sebagai salah satu cabang ilmu sosial yang perlu mendapatkan perhàtian serius dari Ulama dan Santri serta umat Islam Indonesia. Banyak karya sejarah Islam Indonesia dan Dunia Islam umumnya, yang beredar di sekitar kita. Namun, banyak pula isinya sangat bertentangan dengan apa yang di perjuangkan oleh Rasulullah SAW, sahabat, khalifah, wirausahawan, ulama, waliyullah dan santri, serta umat islam. Apalagi dengan adanya upaya deislamisasi sejarah indonesia,
peran ulama dan santri , serta umat islam di dalamnya ditiadakan. Atau tetap ada, tetapi dimaknai dengan pengertian yang lain.
     Seperti halnya masalah waktu masuknya Islam ke Indonesia, semestinya terjadi pada abad ke-7 M, ternyata dituliskan sangat jauh berbeda waktunya. Dimundurkan hingga abad ke-13 M. Tidak hanya masalah waktu, tetapi juga dituliskan oleh orientalis, kehadiran Islam di tengah bangsa dan negara Indonesia dinilai mendatangkan perpecahan. Karena Islam dinilai menimbulkan banyak kekuasaan politik Islam atau kesultanan yang tersebar di seluruh Nusantara sehingga imperialis Barat menemui kesukaran untuk menguasai Nusantara Indonesia. Sebaliknya, walaupun kekuasaan politik atau Keradjaan Hindoe dan Boeddha, tidak terdapat di seluruh pulau Nusantara Indonesia, tetapi di tafsirkan bangsa Indonesia saat itu mengalami zaman kejayaan dan keemasan. Interpretasi Orientalis dan Imperialis Barat, selalu memuji Keradjaan Hindoe Boeddha dan mendiskreditkan Islam.
    Hal ini diakibatkan pelopor perlawanan terhadap penjajah Barat di Indonesia adalah Ulama atau Wali Songo. Ketika imperialis Barat, keradjaan katolik portoegis, 1511 M, dan keradjaan protestan Belanda, 1619 M, mencoba menguasai Indonesia, dan selalu di hadang oleh Ulama dan Santri. Oleh karena itu, sejarawan Barat, menyebutnya sebagai Santri Insurrection-Perlawanan Santri. Mengapa tidak dilawan oleh kekuasaan politik Boeddha Sriwidjaja dan Hindoe Madjapahit. Pada saat penjajah Barat tiba di Nusantara, keduanya sudah tiada. Akibatnya, kedua penjajah Barat dengan politik Kristenisasinya, dengan agama katolik dan protestan mencoba menjajah Nusantara Indonesia Berhadapan dengan Ulama dan Santri serta Sultan yang berjuang mempertahankan kedaulatan bangsa, negara, dan agama Islam.
    Jika dalam sejarah, setiap gerakan pahlawan terhadap imperialisme, di sebut sebagai gerakan nasionalisme. sementara dalam sejarah, Ulama dan Santri di Indonesia sebagai pelopor perlawanan terhadap imperialisme, yang seharusnya Ulama dan Santri dituliskan dalam Sejarah Indonesia sebagai pembangkit kesadaran nasional di Indonesia, ternyata tidak ditulis. Padahal, Ulama dan Santri menurut zamannya adalah kelompok Cendekiawan Muslim. Kelompok inilah dalam catatan sejarah sebagai pemimpin terdepan ide pengubah sejarah di Nusantara Indonesia.
    Upaya deislamisasi penulisan Sejarah Indonesia sudah berlangsung cukup lama. Secara sistemik proses deislamisasi penulisan Sejarah Indonesia, menjadikan peran Ulama dan Santri di bidang ipoleksosbud dan hankam, tidak mendapat tempat yang terhormat dalam penulisan Sejarah Indonesia. Sementara masyarakat awam dan Cendekiawan Muslim sangat kurang memperhatikannya. Mereka mengira penulisan sejarah yang benar adalah yang pernah dituliskan terlebih dahulu oleh sejarawan Belanda.
    Kendati demikian, upaya sementara pihak, deislamisasi Sejarah Indonesia, di sisi lain pemerintah Republik Indonesia masih sempat membangun tiga buah Masjid sebagai monumen mahakarya perjuangan Ulama dan Santri dalam peran aktifnya menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pertama, di ibu kota perjuangan RI Jogyakarta dibangun Masjid syuhada - Masjid pahlawan. Pertanda Republik Indonesia menjadi merdeka karena pengorbanan harta dan jiwa para Syuhada. Kedua, hanya karena perjuangan para pemakmur Masjid, menjadikan Indonesia Istiqlal atau Indonesia Merdeka kemudian dibangunlah Masjid Istiqlal - Masjid kemerdekaan di ibukota Republik Indonesia, Jakarta. Ketiga, Indonesia sebagai tanah tumpah darah rahim ibu, dibangunlah Masjid Baiturrahim di depan Istana Merdeka.
    Mungkinkah Proklamasi 17 Agoestoes 1945, Djoemat Legi, 9 Ramadhan 1364, dapat dituliskan dan dibacakan oleh proklamator jika tanpa Ulama dan Santri sebagai pengawal terdepan Kemerdekaan Indonesia? Untuk itulah, di depan Monumen Nasional, di simbolkan perjuangan Ulama dan Santri, dengan patung Pangeran Diponegoro yang sedang memacu kuda, sekaligus sebagai lambang dinamika dan mobilitas Ulama dan Santri dalam perjuangannya membebaskan Nusantara Indonesia dari segenap penjajahan.
    Peristiwa sejarah yang terjadi di tengah bangsa Indonesia sampai saat hari ini, hakikatnya merupakan kesinambungan masa lalu yang telah diletakkan dasarnya oleh Ulama dan Santri. Oleh karena itu, Wal tandhur nafsun ma qaddamat li ghad - Perhatikanlah sejarahmu Untuk hari esokmu (QS 59:18). Semoga Allah merahmati, memberkahi, dan menunjuki kita semua.

Post a Comment

0 Comments